Senin, 23 Februari 2015

LAPORAN PENDAHULUAN GARAKAN SAYANG IBU



LAPORAN PENDAHULUAN
GARAKAN SAYANG IBU
A.    Latar Belakang
Gerakan Sayang Ibu (GSI) pertama kali di perkenalkan  oleh  Menpera th 1996 di 8 kabupaten  di 8 propinsi. Ruang lingkup kegiatan : advokasi dan mobilisasi sosial, dengan penekanan pada pemberdayaan wanita untuk meningkatkan statusnya di masyarakat.
Visi dan Misi GSI, yaitu :
v Visi: Menuju desa sehat melalui GSI
v Misi :
-       Menurunkan angka kematian Ibu & Anak
-       Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil
-       Menggerakkan & Mendorong  partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan
Dalam kegiatannya GSI melakukan promosi kesehatan yang berkaitan dengan Kecamatan Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu, untuk mencegah 3 keterlambatan yaitu :
1.    Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan untuk mencari pertolongan
2.    Keterlambatan dalam mencapai fasilitas yankes
3.    Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pertolongan yang dibutuhkan
ü KSIàmencegah keterlambatan 1 dan 2
ü RSIàmencegah keterlambatan 3
Gerakan Sayang Ibu adalah Suatu Gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas serta penurunan angka kematian bayi.
Gerakan Sayang Ibu perlu dilakukan karena  :
ü SDM yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan suatu pembangunan.
ü Pembentuakan kualitas SDM yang berkualitas ditentukan dari janin dalam kandungan, karena perkembangan otak terjadi selama hamil sampai dengan 5 tahun.
ü Kesehatan Ibu dan Anak factor paling strategis untuk meningkatkan mutu SDM.
ü Angka Kematian Ibu ( AKI ) karena hamil, bersalin dan nifas di Indonesia tergolong tinggi diantara  negara-negara ASEAN.
ü Tingginya AKI dan AKB di Indonesia memberikan dampak negatif pada berbagai  aspek.
ü Kematian Ibu menyebabkan bayi menjadi piatu yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan kualitas SDM akibatnya kurangnya perhatian, bimbingan dan kasih sayang seorang ibu.
ü Angka Kematian Ibu karena melahirkan dan nifas ( AKI ) di Kota Yogyakarta tahun 2007  yaitu: 4/4872. 

B.  Dasar Hukum Pembentukan GSI
ü Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
ü Kesepakatan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat, Menteri Kesehatan, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada tanggal 12 Maret 2002; Maksud dan Tujuan:
ü Menyegarkan dan meningkatkan pengetahuan Satgas GSI tentang berbagai program Gerakan Sayang Ibu (GSI) dari stake holder terkait.
ü Menyegarkan dan meningkatkanpengetahuan Satgas Gerakan Sayang Ibu  ( GSI ) tentang peran stake holder terkait dalam Gerakan Sayang Ibu.
ü Identifikasi Masalah yang menyebabkan kematian Ibu faktor determinan yang perlu diperhatikan antara lain :
ü Kondisi sosial Ekonomi keluarga meliputi : pendapatan ( daya beli ),   derajat pendidikan ibu, pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang kesehatan.
ü Kesehatan reproduksi :  umur,  paritas,  status  perkawinan.
ü Tingkat partisipasi masyarakat. Potensi institusi dan peran serta masyarakat.
ü Kondisi sosial budaya masyarakat ( nilai-nilai budaya yang mendukung dan menghambat ).
ü Komitmen politik dan pemerintah daerah : Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa / Lurah.
ü Komitmen para  pelaksana : PLKB,  Bidan, dll.
Jenis-Jenis Intervensi yang dapat dilakukan oleh Daerah : Setiap Daerah memiliki variasi alternatif pemecahan masalah yang berbeda-beda. Untuk itu jenis-jenis intervensi yang dilakukan  disesuaikan  dengan  sosial  budaya,  ekonomi  dan  tingkat  pendidikan  keluarga  dan masyarakat. Karena melalui GSI diharapkan akan dapat menekan angka kematian ibu dan bayi, beberapa sebab kematian ibu dan bayi yang menonjol disebabkan oleh : pendarahan, eklamsia (keracunan kehamilan), infeksi, penanganan abortus yang tidak aman dan partus (Persalinan) yang lama.Angka kematian ibu dan bayi yang tinggi juga disebabkan oleh adanya hal-hal diluar medis seperti kurang adanya kesetaraan gender, nilai budaya di masyarakat yang merendahkan perempuan.
Masalah tersebut mengakibatkan rendahnya perhatian suami/laki-laki terhadap masalah ibu melahirkan serta kurangnya kemampuan untuk membuat keputusan bagi kesehatan diri sendiri.Selanjutnya dikatakan bahwa GSI adalah gerakan percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilaksanakan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat, untuk lebih meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian dalam upaya interaktif dan sinergis.Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu wujud hak asasi perempuan dan anak, akan tetapi pada saat ini kesehatan ibu dan anak khususnya bayi baru lahir, merupakan tugas bersama antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi perempuan dan organisasi profesi.
Disamping itu strategi pemerintah dalam meningkatkan percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi ini juga dilakukan program advokasi, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi bidan, LPM, PKK, PLKB, tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pendataan ibu hamil serta pengembangan rujukan oleh masyarakat serta peningkatan kualitas kesehatan kepada masyarakat. Disamping ada “SIAGA” ( siap, antar, jaga ) oleh pemerintah juga telah dikembangkan P 4 K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) yang dimaksudkan untuk menuju persalinan yang aman dan selamat bagi ibu. Selain itu juga untuk meringankan warga dalam hal pembayaran, biaya persalinan tersebut dicicil melalui tabungan ibu bersalin (tabulin). Cicilan dibayar sejak seorang ibu positif hamil sampai tiba saatnya melahirkan. Besar cicilan disesuaikan kemampuan masing-masing keluarga. Ada yang mencicil Rp 200 seminggu atau lebih. Uang itu disimpan pada bidan desa. Bila saat melahirkan tiba namun tabulin belum mencapai Rp 175.000, ibu bersangkutan  boleh  mencicil sisa biaya setelah melahirkan. Menurut Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) warga yang belum sanggup mencicil akan ditalangi.
Dana talangan diambil dari tabulin para ibu lain. Para ibu hamil di desa itu juga diperiksa secara periodik (antenatal care) oleh bidan desa. Setiap ibu hamil mendapat kartu hasil pemeriksaannya sesuai dengan status kesehatannya. Misalnya, kartu warna merah untuk ibu hamil yang kondisinya kritis. Kartu kuning untuk ibu hamil yang mempunyai faktor risiko, dan kartu hijau untuk kehamilan normal.
Landasan  filosofis asuhan sayang ibu :
Menurut Coalition for Improving Maternity Services (CIMS) menyatakan bahwa landasan asuhan sayang ibu adalah sebagai berikut :
1.    Kelahiran adalah suatu proses alamiah
Kelahiran adalah suatu proses yang normal, alamiah dan sehat. Sebagai idan kita harus mendukung dan melindungi proses kelahiran tersebut. Sebagai bidan kita percaya bahwa model asuhan kebidanan yang mendukung dan melindungi proses normal dari kelahiran, adalah yang paling sesuai bagi sebagian wanita selama masa kehamilan dan kelahiran.
2.    Pemberdayaan
Ibu-ibu beserta keluarganya memiliki kearifan dan lebih memahami apa yang mereka perlukan untuk bisa melahirkan. Keyakinan dan kemampuan seorang wanita untuk melahirkan dan mengasuh bayinya akan diperkuat atau diperlemah oleh setiap orang turut memberi asuhan serta oleh lingkungan diamana ia melahirkan.
3.    Otonomi
Ibu beserta keluara memerluakan informasi agar mereka bisa membuat keputusan yang sesuai dengan keinginan mereka. Kita harus memberi informasi secara benar tentang resiko dan keuntunga dari semua prosedur, obat dan tes. Kita juga  harus mendukung ibu untuk membuat keputusan sesuai pilihannya sendiri mengenai apa yang terbaik baginya brtdsarkan nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut.
4.    Jangan menimbulkan penderitaan
Intervensi sebaiknya tidak dilakukan sebagai sesuatu yang rutin, kecuali ada indkasi kearah itu. Pengobatan dalam kehamilan, melahhirkan dan post partum denga pegujian dan dan obat dapat menimbulkan resiko.
5.    Tanggung jawab
Setiap pemberi asuhan bertanggung jaab atas kualitas asuhan yang diberikanya. Asuhan berkualitas tinggi yanng terfokus pada kllien dan bersifat sayang ibu yang berdasarkan penelituan ilmiah merupakan tanggung jawab dari semua bidan.

C.  Tujuan Gerakan Sayang Ibu
Tujuan umum Gerakan Sayang Ibu adalah meningkatkan pengetahuan, kepedulian, komitmen dan peran serta masyarakat dalam upaya integratif dan sinergis pada program percepatan penurunan kematian ibu guna mewujudkan manusia yang berkualitas.

Tujuan khusus Gerakan Sayang Ibu :
1.    Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian pejabat pemerintah daerah dan sektor terkait tentang berbagai faktor yang menyebabkan kematian ibu dan peningkatan upaya penanggulangan secara integrative.
2.    Mekanisme rujukan sehingga keterlambatan pertolongan dapat dihindari
3.    Meningkatkan upaya masyarakat dalam pendataan ibu hamil dan mengubah kebiasaan yang merugikan kesehatan ibu hamil.
4.    Meningkatkan peran dan  institusi dan petugas kesehatan dalam upaya pendataan ibu hamil dan pelayanan kesehatan.
5.    Meningkatkan pengembangan dana ibu hamil di setiap wilayah kelurahan atau desa oleh PKK dan Lembaga Kesehatan Masyarakat Desa (LKMD).

D.  Kebijakan Gerakan Sayang Ibu
     Kebijakan dalam gerakan sayang ibu meliputi:
1.    Meningkatkan komitmen dan tanggung jawab pejabat pemerintah daerah, instansi terkait, masyaraka, dan keluarga terhadap upaya penurunan kematian ibu.
2.    Meningkatkan peran instansi pemerintah, swasta, masyarakat dan keluarga dalam memahami masalah kesehatan wanita sebelum hamil, selama hamil, persalinan, dan masa nifas.
3.    Membantu meningkatkan kesadaran keluarga dan anggota keluarga lainnya dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi keterlambatan rujukan.
4.    Meningkatkan kepedulian pejabat pemerintah, instansi terkait, dan masyarakat dalam mencukupi dana yang dibutuhkan untuk rujukan ibu hamil resiko tinggi, terutama dari keluarga pra-sejahtera.
5.    Peningkatan kesadaran dan kepedulian aparat pemerintah dan masyarakat terhadap pentingnya meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak melalui advokasi dan penyuluhan atau pelatihan berwawasan gender atau kemitraan wanita dan pria.

E.  Strategi Pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu
     Strategi pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu adalah dengan:
1.    Menyusun rencana, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi yang berdasarkan percepatan penurunan AKI.
2.    Pemberdayaan ibu hamil dan keluarganya sehingga ibu hamil dapat menggunakan haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai dan keluarganya bekerja sama dalam mengumpulkan dana.
3.    Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) bagi bidan, dukun bayi, Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), PKK, LKMD, dan tokoh masyarakat sehingga para pemuka masyarakat memahami tentang kesehatan ibu hamil, wanita, dan keluarganya.
4.    Pengembangan mekanisme pendataan ibu hamil secara terpadu oleh PKK, kader, dasawisma, petugas kesehatan, PLKB, dan lain-lain.
5.    Data yang dikumpulkan meliputi ibu hamil, ibu bersalin, kelahiran, kematian ibu, dan kematian bayi. Data secara berkala di laporkan ke Puskesmas dengan tembusan ke camat dan selanjutnya dilaporkan ke pemerintah daerah.
6.    Pengembangan mekanisme rujukan oleh masyarakat sehingga masyarakat diharapkan mampu mendeteksi adanya risiko tinggi kehamilan kemudian merujuk ke fasilitas kesehatan terdekat dengan didukung dana dan sarana transportasi masyarakat.
7.    Pengembangan kualitas pelayanan kesehatan, baik di Puskesmas maupun rumah sakit dengan senantiasa meningkatkan keterampilan petugas dan sarana untuk perbaikan mutu pelayanan.

F.   Sasaran GSI
Sasaran langsung Gerakan Sayang Ibu adalah ibu sebelum hamil/WUS, ibu hamil, ibu nifas, dan keluarga ibu hamil (suami, orang tua, mertua). Sasaran tidak langsung Gerakan Sayang Ibu, yaitu sebagai berikut.
1.    Pejabat pemerintah di setiap jenjang administrasi, khususnya pejabat pemerintah daerah dan instansi terkait hendaknya membina dan mengoordinasi kegiatan GSI.
2.    Ulama dan tokoh masyarakat di setiap jenjang terutama dalam menanggulangi “4 terlambat”.
3.    Instansi masyarakat di setiap jenjang (LKMD, PKK, LSM, dan organisasi massa yang lain).
4.    Sektor terkait yang ada di kelurahan (Puskesmas, PLKB, rumah sakit swasta, poliklinik swasta, rumah bersalin, bidan praktik swasta, dokter praktik swasta) diharapkan ikut berperan langsung dalam setiap kegiatan GSI.



G. Pengorganisasian GSI
     Pengorganisasian Gerakan Sayang Ibu dilakukan:
1.    Di pemerintah daerah, dibentuk kelompok kerja GSI yang mengacu pada kelompok kerja GSI provinsi.
2.    Di tingkat kecamatan, dibentuk satgas atau satuan tugas GSI dengan susunan:
Ketua                 : Camat
Sekretaris           : Kepala seksi kesejahteraan sosial
Anggota             : Kepala Puskesmas
Tim penggerak PKK
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
PLKB
Petugas penyuluh pertanian
Kementerian Pendidikan Nasional kecamatan
3.    Di tingkat kelurahan, dibentuk satuan tugas GSI dengan susunan:
Ketua                 : Lurah
Sekretaris           : Sekretaris kelurahan
Anggota             : Ketua LKMD
Ketua tim penggerak PKK kelurahan
Seksi LKMD
Kaur kesra
Petugas Puskesmas pembina kelurahan
PLKB pembina kelurahan

H.  Mekanisme Operasional GSI
Mekanisme operasional GSI dilaksanakan melalui pendekatan fungsional, yaitu memperhatikan tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggung jawab masing-masing instansi pemerintah dan lembaga yang terkait dalam semangat kebersamaan dan keterpaduan dan perlu ditumbuhkan hubungan kerja sama antara instansi pemerintah dan masyarakat melalui:
1.    Pemerintah mengambil prakarsa dan tanggung jawab dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat dan membina kemampuan masyarakat untuk merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan GSI.
2.    Pemerintah dan masyarakat bekerja sama dalam memantau hasil kegiatan GSI.
3.    Pemerintah menyediakan bantuan sumber daya bagi masyarakat dalam hal tenaga terampil, teknologi, dan informasi untuk perencanaan, pelaksanaan, dan   pemantauan kegiatan GSI.

I.     Kegiatan GSI
Kegiatan GSI meliputi:
1.    Kegiatan operasional
a.    Pembentukan kelompok kerja GSI dengan pembentukan satuan tugas kecamatan sayang ibu dan satuan tugas kelurahan sayang ibu.
b.    Penyusunan rencana kerja terpadu, terutama:
ü Meningkatkan cakupan ibu hamil (ANC)
ü Deteksi risiko tinggi ibu hamil
ü Mengembangkan tabungan ibu bersalin (tabulin) melalui berbagai cara, yakni:
ü Setiap calon pengantin wanita (CPW) diwajibkan memiliki tabulin sebesar  Rp5.000 di Tabanas atau tabungan lainnya.
ü Setiap ibu hamil menabung secara berkala melalui koordinasi dasawisma atau  PKK.
ü Setiap ibu hamil menabung secara berkala dan dikoordinasi oleh bidan yang direncanakan akan menolong persalinannya dengan sepengetahuan  satuan tugas  kecamatan.
ü Mengembangkan mekanisme kemitraan dengan pengusaha atau tokoh masyarakat untuk menggalang dana tabulin bagi ibu hamil yang tidak mampu.
c.       Pemantauan dan bimbingan terpadu pelaksanaan GSI secara berjenjang.
d.      Laporan umpan balik secara berkala tentang hasil pelaksanaan GSI kepada semua instansi terkait.
2.    Kegiatan sosialisasi, yang dilakukan melalui:
a.    Penyuluhan melalui semua jalur komunikasi yang tersedia dan diharapkan masyarakat berperan aktif dalam:
ü Mendata ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya
ü Mendeteksi adanya risiko ibu hamil
ü Merencanakan persalinan yang aman
ü Mendorong keluarga ibu untuk melaksanakan tabulin
ü Membantu proses pengambilan keputusan di tingkat keluarga saat ibu bersalin akan dirujuk.
ü Melaksanakan pendataan kelahiran, kematian ibu bersalin, dan kematian bayi
b.    Materi penyuluhan ditekankan pada:
ü Perencanaan kehamilan
ü Pentingnya pemeriksaan kehamilan
ü Deteksi dini risiko ibu hamil
ü Rencana persalinan yang aman
ü Rujukan dini terencana
ü Pendataan dan pelaporan kehamilan, kematian ibu dan bayi
c.    Penyuluhan dapat dilaksanakan oleh:
ü Pejabat pemerintah
ü Petugas kesehatan
ü Tokoh agama/ masyarakat
ü Organisasi masyarakat (PKK,LKMD, LSM)
3.    Kegiatan pada tingkat administrasi
a.    Tingkat kelurahan
ü Membentuk satuan tugas GSI
ü Menyusun rencana kerja GSI dalam menggalakan tabulin,
ü Mengumpulkan data ibu hamil ibu bersalin, ibu nifas, kematian ibu/bayi, dan melaporkan hasilnya kepada satgas GSI kecamatan.
ü Penyuluhan kepada tokoh masyarakat dan keluarga sasaran.
ü Melaporkan hasil kegiatan GSI kelurahan kepada satgas GSI kecamatan setiap bulan selambat-lambatnnya pada tanggal 20.
ü Meningkatkan pendapatan keluarga, khususnnya keluarga yang memiliki ibu hamil, melalui berbagai program usaha peningkatan pendapatan keluarga (UPPK/UPPK Sejahtera).
ü Petugas puskesmas pembina kelurahan dan PLKB memberdayakan keluarga dan ibu hamil melalui peningkatan pengetahuan tentang kesehatan ibu dan anak agar setiap ibu hamil memiliki tabulin
b.    Tingkat kecamatan
ü Membentuk satuan tugas GSI
ü Menyusun rencana kerja kecamatan sayang ibu dan menggalakan tabulin serta menyampaikan rencana kerja ke kelompok kerja (pokja) GSI kota/ kabupaten.
ü Menyelenggarakan koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan dalam instansi terkait GSI kecamatan.
ü Memberi bimbingan dalam pemecahan masalah kepada satuan tugas GSI kelurahan.
ü Menghimpun hasil kegiatan satuan tugas kelurahan dan melaporkan hasilnya kepada keompok kerja GSI kota/ Kabupaten setiap bulan selambat-lambatnya pada tanggal 25.
ü Penyuluhan kepada tokoh masyarakat dan keluarga sasaran.
Kegiatan pembinaan, pemantauan, dan penilaian terhadap GSI dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kota/ kabupaten sampai tigkat kelurahan.
1.    Pembinaan
Aspek yang harus dibina, adalah sebagai berikut:
a.    Kelembagaan GSI meliputi kelengkapan, kesiapan organisasi, pelaksanaan, metode yang akan dipakai, sarana, tenaga yang dipersiapkan, dan informasi yang diperlukan.
b.    Progaram meliputi peningkatan kualitas penyelenggaraan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pengendalian.
c.    Pembentukan kesepakatan denagn semua sektor dan masyarakat bahwa ibu hamil merupakan aset daerah dan tanggung jawab bersama.
2.    Pemantauan
Pemantauan dilaksanakan dengan:
a.    Kunjungan langsung ke lapangan dengan menggunakan formulir pemantauan.
b.    Pencatatan dan pelaporan kemajuan program yang dibuat oleh pelaksana program.
c.    Rapat koordinasi kelurahan dan kecamatan dilaksanakan secara berkala guna menilai kemajuan dan kendala yang ditemukan dan menyusun rencana kerja.
3.    Penilaian
a.    Penilaian mengenai input, proses, output, dan dampak pelaksanaan GSI.
b.    Penilaian meliputi dukungan pemerintah dan sektor terkait tokoh masyarakat, tokoh agam, LSM, organisasi profesi dalam pelaksanaan GSI.
c.    Menilai kemajuan pencatatan, pelaporan dan pengembangan dana tabulin.
d.   Tolak ukur keberhasilan, yaitu sebagai berikut:
ü Semua pasangan usia subur telah memperoleh penyuluhan dan pelayanan kesehatan serta KB.
ü Ibu hamil memiliki akses terhadap ANC (K1) = 90%.
ü Kunjungan K4 sesuai rumus (1,1,2) = 100%.
ü Deteksi risiko tinggi ibu hamil = 80%.
ü Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan = 90%.
ü Semua ibu bersalin dengan risiko tinggi memperoleh pertolongan memadai.
ü Bayi baru lahir diperiksa 3 kali (KN2) = 90%.
ü Ibu hamil yang memiliki tabulin = 90%
                            
J.    Peran Kader/PKK dalam GSI
1.    Peran kader/PKK dalam GSI sangat berpengaruh karena kader/PKK melakukan kegiatan ibu-ibu dengan pengaderan 5T:
a.    Tanggap (harus mengetahui tugasnya)
b.    Tangguh (dengan segala lingkungan harus pantang menyerah)
c.    Trengginas (harus terampil dalam menentukan sikap)
d.   Tanggung jawab (merasa ikut bertanggung jawab terhadap deteksi risiko  tinggi ibu hamil)
e.    Tanpa imbalan (tidak mengharapkan imbalan, tetapi melaksanakan tugasnya demi tugas sosial).
2.   Pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan
a.    Melakukan pendataan dan deteksi dini risiko tinggi pada semua ibu hamil
b.    Meningkatkan penyuluhan kepada ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan
c.    Memberi penyuluhan kepada ibu hamil supaya pertolongan persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan
d.   Pemberdayaan ibu hamil dengan meningkatkan kesadaran dan mengambil keputusan dengan melihat latar belakang
e.    Peningkatan kepedulian dari suami, keluarga, dan masyarakat perlu diperhatikan karena mempunyai peranan yang penting untuk mendorong ibu hamil dalam menentukan sikap
f.     Merujuk ibu hamil dengan faktor risiko kepada petugas kesehatan
g.    Memberikan penyuluhan tentang pengadaan dana ibu hamil dengan cara menabung (tabulin).

K. Prinsip Gerakan Sayang Ibu
Badan coalition for improving maternity services (CIMS) melahirkan safe mother hood initiative pada tahun 1987. Badan ini terdiri dari sejumlah individu dan organisasi nasional yang misinya untuk mempromosikan kesempurnaan model asuhan persalinan yang dapat meningkatkan hasil kelahiran serta meghemat biaya. Misi ini berdasarkan penelitian, sayang ibu, bayi dan keluarganya dan memfokuskan pada pencegahan dan kesempurnaan sebagai alternatif penapisan, diagnosa dan program perawatan yang berbiaya tinggi.
Salah satu prinsip yang mendasari pemikiran ini ialah bahwa model asuahan kebidanan ini, yang mendukung dan melindungi proses kelahiran normal, merupakan langkah yang paling sesuai untuk mayoritas ibu selama masa kehamilan dan melahirkan. Badan ini merumuskan 10 langkah bagi rumah sakit/pusat pelayanan persalinan yang harus diikuti agar mendapat predikat sayang ibu:
1.    Menawarkan suatu akses pada semua ibu yang sedang melahirkan untuk mendapatkan seseorang yang akan menemani menurut pilihannya dan mendapatkan dukungan emosional serta fisik secara berkesinambungan.
2.    Memberi informasi kepada publik mengenai praktek tersebut termasuk intervensi dan hasil asuhannya
3.    Memberikan asuhan yang sifatnya peka dan responsive bertalian dengan kepercayaan, nilai, dan adat istiadat.
4.    Memberi kebebasan pada ibu yang akan melahirkan untuk berjalan-jalan dan memilih posisi persalinan
5.    Merumuskan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk pemberian asuhan yang berkesinambungan
6.    Tidak rutin menggunakan praktek dan prosedur yang tidak didukung oleh penelitian ini tentang manfaatnya
7.    Mengajarkan petugas pemberi asuhan dalam metode meringankan rasa nyeri tanpa obat
8.    Mendorong semua ibu dan keluarga, termasuk mereka yang bayinya sakit dan kurang bulan, agar mengelus, mendekap, memberi ASI dan mengasuh bayinya sendiri sedapat mungkin
9.    Menganjurkan agar jangan menyunat bayi baru lahir jika bukan karena kewajiban agama
10.     Berupaya untuk mencapai ketentuan WHO-UNICEF mengenai 10 langkah sayang bayi prakarsa rumah sakit untuk mempromosikan pemberian ASI yang baik.





L.  Hambatan  Pelaksanaan GSI
1.    Hambatan secara structural
Berbagai program tersebut masih sangat birokratis sehingga orientasi yang terbentuk semata-mata dilaksanakan karena ia adalah program wajib yang harus dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan (SK).
2.    Hambatan secara cultural
Masih kuatnya anggapan atau pandangan masyarakat bahwa kehamilan dan persalinan hanyalah persoalan wanita.

M.     Model Asuhan Kebidanan : Prinsip-prinsip sayang ibu
Asuhan kebidanan merupakan metode pemberian asuhan yang berbeda dengan model perawatan medis. Bidan-bidan diseluruh dunia sependapat bahwa prinsip-prinsip asuhan kebidanan adalah sebagai berikut :
1.    Memahami bahwa kelahiran merupakan suatu proses alamiah dan fisiologis
2.    Menggunakan cara-cara yang sederhana, tidak melakukan intervensi tanpa adanya indikasi sebelum berpaling ke teknologi
3.    Aman, berdasarkan fakta, dan memberi konstribusi pada keselamatan jiwa ibu
4.    Terpusat pada ibu, bukan terpusat pada pemberi asuhan kesehatan/lembaga (Sayang Ibu)
5.    Menjaga privasi dan kerahasiaan ibu
6.    Membantu ibu agar merasa aman, nyaman dan didukung secara emosional
7.    Memastikan bahwa kaum ibu mendapatkan informasi, penjelasan dan konseling yang cukup
8.    Mendorong ibu dan keluarga agar menjadi peserta aktif dalam membuat keputusan setelah mendapat penjelasan mengenai asuhan yang akan mereka dapatkan
9.    Menghornati praktek-praktek adapt, dan keyakinan agama mereka
10.     Memantau kesejahteraan fisik, psikologis, spiritual dan social ibu/keluarganya selama masa kelahiran anak
11.     Memfokuskan perhatian pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
Penggunaan obat-obatan atau prosedur pengobatan selama kehamilan, persalinan, atau postpartum secara “rutin”, dapat mengakibatkan terjadinya cedera bagi ibu dan bayinya. Contoh-contoh semacam itu yang sudah memperlihatkan tidak adanya bukti-bukti manfaatnya seperti episiotomi, enema dan penghisapan bagi semua bayi secara rutin. Bidan yang sudah terampil perlu mengetahui kapan untuk tidak melakukan sesuatu apapun. Asuhan selama masa kehamilan, kelahiran dan postpartum dan juga pengobtan komplikasi harus didasarkan bukti-bukti ilmiah.“JANGAN MENYAKITI” artinya bahwa intervensi tidak boleh dilakukan tanpa indikasi-indikasi. Bidan yang sudah terampil mengetahui waktu yang tepat untuk tidak melakukan tindakan apapun.
Kehamilan dan persalinan merupakan suatu proses normal., alamiah dan sehat. Sebagai bidan kita harus mendukung dan melindungi proses persalinan. Sebagai bidan kita yakin bahwa model asuhan kebidanan, mendukung dan melindungi proses persalinan normal dan merupakan cara yang paling sesuai bagi mayoritas kaum ibu selama kehamilan dan persalinan.

N.  Asuhan Sayang Ibu
Dokumen WHO/Safe Motherhood menjelaskan salah satu cara untuk memberikan asuhan yang bersifat “Sayang Ibu”. Diseluruh dunia asuhan jenis ini kini sedang dimasyarakatkan dan sudah terbukti efektif karena kaum ibu merasa nyaman dengan asuhan ini dan akan terus berupaya mendapatkannya. Hal ini kebetulan pula konsisten dengan caranya bidan-bidan memberikan jasa pelayanannya secara tradisional.
Jika layanan diberikan dengan penuh hormat dan rasa peduli yang peka sesuai kebutuhan ibu serta memberikan rasa percaya yang besar, maka ibu akan lebih memilih asuhan yang seperti ini dan merekomendasikan hal ini pada ibu-ibu yang lain.
Badan Coalition for Improving Maternity Services (CIMS) melahirkan Safe Motherhood Initiative pada tahun 1987. Badan ini terdiri dari sejumlah individu dan organisasi nasional yang misiny untuk mempromosikn kesempurnaan model asuhan persalinan yang dapat meningkatkan hasil kelhiran serta menghemat biaya. Misi ini berdasarkan penelitian, saying ibu, bayi dan kelurganya dan memfokuskan pada pencegahan dan kesempurnaan sebagai alternative untuk penapisan, diagnosa dan program perawatan yang berbiaya tinggi.
Salah satu prinsip yang mendasari pemikiran ini ialah bahwa “model asuhan kebidanan ini, yang mendukung dan melindungi proses kelahiran normal, merupakan langkah yang paling sesuai untuk mayoritas ibu selama masa kehamilan dan melahirkan”. Badan ini merumuskan 10 langkah bagi rumah sakit/pusat pelayanan persalinan/rumah-rumah biasa yang harus diikuti agar supaya bisa mendapatkan predikat “sayang ibu”. Sebagaimana dikutip dari bahan CIMS dalam bacaan tersebut, kesepuluh langkah tersebut ialah :
1.    Menawarkan suatu askes kepada semua ibu yang sedang melahirkan untuk mendapatkan seseorang yang akan menemani (suami,anak-anak,teman) menurut pilihannya dan mendapatkan dukungan emosional serta fisik secara berkesinambungan.
2.    Memberi informasi kepada public mengenai praktek-praktek tersebut, termasuk intervensi-intervensi dan hasil asuhannya.
3.    Memberikan asuhan yang sifatnyapeka dan responsive bertalian dengan kepercayaan, nilai dan adat istiadat yang dianut ibu.
4.    Memberi kebebasan bagi ibu yang akan melahirkan untuk berjalan-jalan, bergerak kemanapun ia suka dan mengambil posisi pilihannya serta menasehati agar tidak mengambil posisi lithotomi (kecuali jika komplikasi yang dialami mengharuskan demikian).
5.    Merumuskan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk pemberian asuhan yang berkesinambungan (yakni, berkomunikasi dengan pemberi asuhan sebelumnya rujukan sudah terjadi, dan menghubungkan ibu dengan nara sumber masyarakat yang mungkin ia perlukan, misalnya konseling pemberian ASI/keluarga berencana.
6.    Tidak rutin menggunakan praktek-praktek dan prosedur yang tidak didukung oleh penelitian ilmiah tentang manfaatnya, termasuk dan tidak terbatas pada :
ü Pencukuran
ü Enema
ü IV (Intravena)
ü Menunda kebutuhan gizi
ü Merobek selaput ketuban secara dini
ü Pemantauan janin secara elektronik
ü Dan juga agar membatasi penggunaan oxytocin, episiotomi dan bedah Caesar dengan menetapkan tujuan dan mengembangkan cara mencapai tujuan tersebut.
7.    Mengajarkan petugas pemberi asuhan dalam metoda meringankan rasa nyeri tanpa penggunaan obat-obatan.
8.    Mendorong semua ibu (dan keluarganya), termasuk mereka yang bayinya sakit dan kurang bulan, agar mengelus, mendekap, memberi ASI dan mengasuh bayinya sendiri sedapat mungkin.
9.    Menganjurkan agar jangan menyunat bayi baru lahir jika bukan karena kewajiban agama.
10.     Berupaya untuk mencapai ketentuan WHO-UNICEF mengeni “Sepuluh Langkah Sayang Bayi Prakarsa RS” untuk mempromosikan pemberia ASI yang baik.
   CIMS menyatakan bahwa lndasan filosofis dari suhan saying ibu adalah sebagai berikut :
a. Kelahiran adalah suatu proses alamiah
Kelahiran adalah suatu proses normal, alamiah dan sehat. Sebagai bidan, kita harus mendukung dan melindungi proses kelahiran tersebut. Sebgai bidn kita percaya bahwa model asuhan kebidanan yang mendukung dan melindungi proses normal dari kelahiran, adalah yang paling sesuai bagi sebagian besar wanita selama masa kehamilan dan kelahiran.
b. Pemberdayaan
Ibu-ibu beserta keluarganya memiliki kearifan dan lebih memahami apa yang mereka perlukan untuk bisa melahirkan. Keyakinan dan kemampuan seorang wanita untuk melahirkan dan mengasuh bayinya akan diperkuat atau diperlemah oleh setiap orang yang turut memberi asuhan, serta oleh lingkungan dimana ia melahirkan.
Jika kita bersifat negative dan megeritik, hal itu akan dapat mempengaruhi seorang ibu. Bahkan dapat juga mempengaruhi lamanya proses persalinan tersebut. Sebagai bidan kita harus mendukung wanita yang sedang melahirkan dan bukan untuk mengendalikan proses kelahiran tersebut. Kita harus menghormati bahwa ibu tersebut merupakan actor utama dan bahwa si pemberi asuhan merupakan actor pendukung Selma proses persalinan tersebut.
c. Otonomi
Ibu beserta keluarganya memerlukan informasi agar supya mereka bisa membuat keputusan yang sesuai dengan keinginannnya. Kita harus mengetahui dan menjelaskan informsi secara benar tentang resiko dan keuntungan dari semua prosedur, obat-obtan, dan tes. Kita juga harus mendukung ibu untuk membuat keputusan sesuai pilihannya sendiri mengenai apa yang terbaik baginya dan bayinya berdasarkan nilai-nilai dan kepercayaan yang dianutnya (termasuk kepercayaan adat dan agamanya.
d. Jangan Menimbulkan Penderitaan
Intervensi sebaiknya tidak dilakukan sebagai sesuatu yang rutin, kecuali ada indikasi kearah itu. Pengobatan dalam kehamilan, melahirkan atau pada masa postpartum dengan pengujian dan obat-obatan serta prosedur secara rutin dapat menimbulkan resiko, baikbagi ibu mupn bayinya. Contoh-contoh dari prosedur semacam itu yng sudah terbukti tidak ada mnfaat nyata adalah meliputi episiotomi rutin bagi para primipara, enema, dan penghisapan lender bagi semua bayi baru lahir. Bidan yang terampil perlu memahami kapan untuk tidak melakukan apapun. Asuhan selama kehamilan, melahirkan dan masa postpartum, dan juga pengobatan untukkomplikasi harus didasari bukti ilmiah.
e. Tanggung Jawab
Setiap pemberi asuhan bertanggung jawab atas kualitas yang diberikannya. Praktek suhan persalinan seharusnya tidak didasari pada kebutuhan si pemberi asuhan tetapi semata-mata untuk kebutuhan ibu dan bayi. Asuhan berkualitas tinggi yang berfokus pada klien, dan bersifat sayang ibu yang berdasarkan pada penelitian ilmiah merupakan tanggung jawab dari setiap bidan.

O.    Susunan Satgas GSI
























DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar