Senin, 23 Februari 2015

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESARIA



KONSEP DASAR
SECTIO CAESARIA
1.      Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
2.      Etiologi
Indikasi SC :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah :
a.       Prolog labour sampai neglected labour
b.      Ruptura uteri imminen
c.       Fetal distress
d.      Janin besar melebihi 4000 gr
e.       Perdarahan antepartum (Manuaba, I.B, 2001)
Sedangkan  indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio adalah :
1.      Malpersentasi janin
a.       Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
b.      Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
c.       Plasenta previa sentralis dan lateralis
d.      Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil
e.       Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the twins), distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya
f.       Partus lama, Partus tidak maju, Pre-eklamsia dan hipertensi, Distosia serviks


3.      Tujuan  Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
4.      Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a.      Abdomen (SC Abdominalis)
ü  Sectio Caesarea Transperitonealis
·         Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
·         Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
ü  Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b.      Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
·         Sayatan memanjang (longitudinal)
·         Sayatan melintang (tranversal)
·         Sayatan huruf T (T Insisian)
c.       Sectio Caesarea Klasik (corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
ü  Kelebihan :
·         Mengeluarkan janin lebih memanjang
·         Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
·         Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
ü  Kekurangan :
·         Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
·         Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
·         Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya  ibu yang  telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d.      Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm
Kelebihan :
·         Penjahitan luka lebih mudah
·         Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
·         Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum
·         Perdarahan kurang
·         Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
·         Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
·         Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
5.      Komplikasi
a.      Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b.      Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c.       Komplikasi - komplikasi lain seperti :
·         Luka kandung kemih
·         Embolisme paru – paru
·         Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6.      Prognosis
a.       Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.
b.      Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
c.       Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998)
7.      Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
8.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b.      Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c.       Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d.      Urinalisis / kultur urine
e.       Pemeriksaan elektrolit
9.      Penatalaksanaan Medis Post SC
a.       Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b.      Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c.       Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
ü  Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
ü  Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
ü  Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
ü  Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
ü  Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
d.      Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e.       Pemberian obat-obatan
ü  Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
ü  Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
·         Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
·         Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
·         Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
ü  Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f.       Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti
g.      Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.(Manuaba, 1999)


1 komentar:

  1. terimakasih banyak untuk artikelnya, sangat bermanfaat, menambah wawasan

    http://herbalkuacemaxs.com/pengobatan-herbal-hipertensi/

    BalasHapus